Friday, 8 March 2013

Cost of Humanity

Cerita ini Gw tulis setelah Gw pulang dari Bogor. Gw merasa perlu berbagi cerita ini karena mungkin suatu saat kalian bakal ngalamin. Atau lebih parah, kalian yang bakal jadi tokoh utama ceritanya...

Gw akan ceritain dari awal, kenapa Gw ke Bogor, kapan, dan semua sampai kejadian yang Gw alamin yang menurut Gw hikmahnya terlalu banyak buat disimpen sendiri. Karena kisah ini, semua yang Gw ceritakan, adalah cerminan masyarakat kita.

Awal Gw ke Bogor adalah saat Jum'at pagi. Gw ditelepon oleh seorang dokter hewan (drh) kakak kelas Gw, ditanya tentang CV dan surat lamaran Gw (Gw sedang dalam tahap lamaran kerja). Gw bilang kalau Gw baru sembuh dari sakit, jadi baru liat lowongannya. Lalu Gw berjanji dalam 1 jam akan Gw kirim CV dan surat lamaran Gw via e-mail. Jam 11 siang Gw ditelepon oleh drh kakak kelas Gw ini untuk memastikan jadwal wawancara. Setelah berbicara beberapa menit, akhirnya kita sepakat buat ketemuan dulu di Taman Koleksi Kompleks IPB Baranangsiang. Setelah sholat Jum'at Gw berangkat ke Bogor pake motor, dan sampai di sana jam 3 sore. Setelah bertemu dengan drh kakak kelas Gw, Gw dibawa ke Botani Square buat wawancara. Sekitar jam 5 wawancara selesai dan kita berpisah.

Dari sinilah cerita sebenarnya dimulai. Saat Gw mau pulang dan mau menyeberang dari Botani Square ke IPB, Gw melihat seorang nenek tua berbaju hijau berjalan gontai. Baru setelah Gw perhatikan, di tubuhnya terdapat banyak luka. Di atas sikunya, kulit terkelupas sekitar 5 senti lebih, di atas belikat kiri ada luka baret sepanjang kira-kira 10 cm, di atas belikat kanan juga ada luka, tapi lebih kecil. Kemudian di jari kaki juga ada luka. Awalnya dia keliatan kayak mau duduk, tapi tiba-tiba hampir terjatuh. Refleks lah Gw, Gw pegangin biar bisa duduk. Ternyata dari tadi orang-orang ngeliatin, tapi nggak bertindak apa-apa. Akhirnya setelah Gw kontak dengan si nenek, orang lain pun mendekat.

"Ya Allaah, ini nenek kenapa :'("

Plot twist: si nenek nggak bisa bahasa Indonesia, dia cuma bisa bahasa Sunda. Bertanyalah Gw sama kerumunan, adakah dari mereka yang bisa bahasa Sunda. Akhirnya seorang cewe maju dan bertanya pada nenek itu. Dia menanyakan dari mana nenek itu berasal dan mau ke mana. Tetapi nenek itu meracau ke sana ke mari. Orang-orang yang berkerumun merasa kasian dan memberi uang yang dikumpulkan ke Gw dan meminta Gw memberikan ke nenek itu. Nenek itu dapet lumayan banyak donasi dari orang-orang. Orang-orang yang kebingungan pun satu persatu pergi. Gw kasian liat si nenek, jadi Gw balik lagi ke dalem Botani Square dan pergi beli Betadine, kassa steril, dan plaster. Terus Gw lari lagi ke depan buat nyari itu nenek dan sedikit ngebersihin lukanya. Nenek itu diajak jalan ke suatu tempat sama satpam. Gw samperin lah itu satpam karena agak sedikit skeptis, selain karena mengingat luka si nenek yang cukup parah, sambil bilang "pak saya mau ngobatin lukanya, saya dokter." Si satpam awalnya ragu, tapi pas disebut kalau Gw dokter, dia nurut (Gw emang dokter loh. Dokter hewan juga kan bisa ketimbang bersihin luka aja). Akhirnya Gw temenin itu nenek, dia jalan nggak karuan ke mana-mana. Waktu Gw ikutin di belakangnya, baru keliatan kalau ada bekas darah yang mengering dari kepalanya. Ya Allaah, ini nenek kenapa :'(

"Dude! Ini nenek jalan aja udah susah! Lw malah nyuruh Gw waspada. Waspada dari apa? Keegoisan lw? Ketidakpedulian lw? Bullshit!"

Si nenek antara nggak mau atau nggak ngerti waktu Gw bilang mau bersihin lukanya. Ini karena Gw ngga bisa bahasa Sunda. Si nenek cuma pake baju selembar, jadi hati-hati Gw pakein jaket Gw ke si nenek. Selama Gw nemenin si nenek jalan, orang-orang di sekitar Gw cuma ngeliatin aja. Bahkan ada yang ngasih Gw peringatan buat waspada sama barang bawaan Gw. Dude! Ini nenek jalan aja udah susah! Lw malah nyuruh Gw waspada. Waspada dari apa? Keegoisan lw? Ketidakpedulian lw? Bullshit! Setelah Gw temenin berjalan berputar-putar, jam 6 si nenek balik lagi ke IPB BS. Karena pandangan mata yang sepertinya tidak sampai 2 meter, dia berjalan ke arah portal keluar. Untung bapak satpam penjaga pos pengertian dan membuka portal. Langsung bapak satpam itu saya minta untuk menghubungi Dompet Dhuafa yang nomornya saya dapat dari Poppy (thanks dear :*). Si bapak menghubungi, tapi nomor Dompet Dhuafa Jawa Barat tidak dapat dihubungi. Akhirnya Gw kembali mengejar nenek itu. Gw pun ngobrol dengan satpam lainnya untuk menjaga agar nenek itu tetap dipantau, karena Gw akhirnya cuma sms Dompet Dhuafa dan berharap akan ada yang datang ke sana. Lalu Gw pergi sebentar buat tanya di mana mesjid, karena waktu Maghrib udah tiba. Setelah tau, waktu mau cari nenek itu lagi, dia udah nggak bisa ditemuin lagi. Mungkin satpam buka gerbang belakang supaya si nenek bisa keluar. Entahlah...
Akhirnya setelah itu Gw shalat Maghrib dan berdoa supaya itu nenek nggak kenapa-kenapa. Lalu Gw pulang lagi ke Jakarta.

Apa yang mau Gw bagi di sini? Pertama, kekecewaan Gw pada sebagian besar masyarakat. Ada nenek kayak gitu dan lw cuma melihat dari jauh? DAN INI TERJADI DI ANTARA IPB DENGAN BOTANI SQUARE, PERBATASAN ANTARA KAUM INTELEK DAN KAUM BERKECUKUPAN. Apakah mereka kaum intelek hanya bisa melihat? Proposal penelitian begitu rumit terpikirkan oleh mereka, tapi hal seperti ini? Dan mereka yang berkecukupan, apakah sekadar memberi uang pada nenek itu menyelesaikan masalah? Nenek itu bahkan tidak mengerti jika dirinya harus dirawat. Uang bukan segalanya. Kedua, kekecewaan Gw pada diri Gw sendiri. Andai Gw saat itu sudah kaya, pastinya akan ada lebih banyak lagi yang bisa Gw lakukan. 

"DAN INI TERJADI DI ANTARA IPB DENGAN BOTANI SQUARE, PERBATASAN ANTARA KAUM INTELEK DAN KAUM BERKECUKUPAN"

Ya Allah, muslim yang kuat lebih baik dari muslim yang lemah. Kuat dan lemah ini bisa apa saja, termasuk ekonomi. Kalau rezeki Gw lebih, pasti nenek itu sudah dirawat di RS PMI yang notabene dekat dari lokasi. Pasti keadaan si nenek bakal jauh lebih baik. Inilah motivasi utama Gw untuk kuat secara ekonomi; agar ngga cuma membantu dengan doa, tapi juga materi. Ketiga, stigma buruk ketika akan menolong orang. Ada yang ingin menolong, tetapi takut jika yang ditolong adalah penipu. MasyaAllah, jika niat kita baik, InsyaAllah akan ada pertolongan dan perlindungan dari Allah. Dan menganggap nenek seperti itu bisa menipu, sungguh kejam. Jika akan mencuri, di mana dia akan menaruh barang curiannya? Bajunya saja hanya sebuah dress hijau. Berjalan saja susah, apalagi berlari.

Akhir kata, Gw berharap semoga kisah yang Gw bagi ini bermanfaat. Mohon buat temen-temen yang baca cerita ini untuk dibagi ke teman lainnya, mungkin ada yang melihat nenek itu. Dan juga agar kita tidak menjadi orang yang dibutakan oleh kepintaran dan harta kita.

Nek, semoga kamu selamat. Maafkan aku yang tidak mampu melakukan apapun :'(

No comments:

Post a Comment